Spirit DAHLAN ISKAN
( Menteri Negara BUMN )
Jangan Paksa Tiba-Tiba Makrifat
Mendikbud layak memberikan
penghargaan kepada Wali Kota Solo Jokowi, setidaknya untuk satu hal:
mempromosikan keberhasilan program kementeriannya. Khususnya, dalam
pengembangan mobil Esemka. Mendikbud Mohamad Nuh-lah yang memprogramkan 23
sekolah menengah kejuruan (SMK) itu merakit mobil Esemka. Tiga di antaranya SMK
swasta. Satu di antara tiga itu adalah SMK Muhammadiyah Borobudur, Magelang,
yang dua tahun lalu ikut jadi korban meletusnya Gunung Merapi.
Siswa SMK Muhammadiyah ini,
sebagaimana SMK Solo yang sudah dipromosikan Jokowi, bahkan sudah melewati
beberapa tahap kesulitan perakitan mobil. Mula-mula merakit satu mobil. Lalu,
dibongkar lagi untuk dirakit lagi. Dibongkar lagi dan dirakit lagi.
Tahap berikutnya, SMK tersebut
bersama-sama dengan 23 SMK lainnya diberi wewenang (dan uang) untuk membeli
suku cadang yang bisa dirangkai menjadi mobil. Boleh impor, boleh dari dalam
negeri. Uangnya disediakan.
Mereka memilih mengimpor dari
Tiongkok. Karena tidak mungkin setiap SMK mengimpor sendiri-sendiri, 23 SMK
tersebut bersepakat menunjuk sebuah perusahaan importer. Dipilihlah spare part
mesin berbasis teknologi merek Wuling dari Tiongkok.
Spare part impor itu dibagikan
secara merata ke 23 SMK. Inilah yang kemudian dipakai belajar merakit dengan
tingkat kesulitan lebih tinggi. Hasilnya sangat baik, tapi di blok mesinnya
belum ada tulisan Esemka.
Tahap berikutnya lagi, blok mesin
tidak didatangkan dari Tiongkok, tapi dibuat oleh industri kecil baja Ceper,
Klaten. Cetakan blok mesin yang masih kasar ini dikirim ke Jakarta untuk
dibubut di pabrik mobil. Juga diberi merek Esemka. Dari Jakarta, blok mesin ini
dikirim ke 23 SMK untuk dirakit oleh para siswa. Tahap inilah yang berhasil
dirakit menjadi mobil Jokowi. Karena itu, baik yang di Solo, di SMK
Muhammadiyah Borobudur, maupun di beberapa SMK lainnya, bentuk dan modelnya
sama.
Fisiknya gagah dan finishing-nya
halus. Gas, kopling, rem, power steering, dan power window-nya tidak terasa
beda dengan mobil produksi pabrik. Saya mencoba mobil Esemka buatan SMK
Muhammadiyah ini sampai kecepatan 80 dan membawanya ngepot di lapangan rumput
berlumpur. Tidak ada masalah. Rasanya, mobil Esemka buatan SMK-SMK negeri
lainnya juga sama baiknya. Memang ada supervisi dari tim Mendikbud yang
diberikan dalam standar yang sama untuk semua SMK.
Kini Mendikbud memberi order yang
lebih besar lagi. Kepada SMK Muhammadiyah Borobudur, diberikan order untuk
mempraktikkan pekerjaan yang lebih berat: membuat tiga buah bus “2 in 1″. Bus
ini bisa untuk angkutan penumpang/barang dan sekaligus bisa diubah sebagai
panggung kesenian.
Tiga buah bus tersebut sekarang lagi
dikerjakan di bengkel SMK itu. Bagian dindingnya bisa dibuka. Diberi engsel di
bagian bawahnya. Ketika dinding bus itu dibuka, jadilah dinding tersebut
panggung kesenian. Tiga buah bus “2 in 1″ itu akan diberikan kepada SMK khusus
bidang kesenian.
Seniman SMK bisa menuju tempat
pertunjukan dengan naik bus dan membawa serta peralatan kesenian. Tiba di
lokasi, dinding busnya dibuka dan dihampar sebagai panggung.
Kalau order Mendikbud ini selesai,
SMK-SMK itu, seperti SMK Muhammadiyah Borobudur ini, akan memiliki catatan yang
panjang: berhasil merakit sedan, SUV, ambulans, pikap, dan bus “2 in 1″.
Siapa pun akan bangga melihat
perkembangan itu. Berita mengenai pelajar kita tidak lagi melulu soal
perkelahian. Kini mengenai prestasi mereka. Mendikbud sendiri, mungkin karena
menganggap perannya itu sebagai kewajiban yang sudah seharusnya, rupanya tidak
melihat bahwa keberhasilannya tersebut sebuah success story. Jokowi-lah yang
mempromosikan keberhasilan Kemendikbud itu!
Hasil promosi ini sangat nyata.
Harga diri sekolah SMK naik drastis. Siswanya begitu bangga. Kini terbukti
tidak harus semua lulusan SMP masuk SMA. Saya yakin anak-anak SMK tersebut akan
bernasib lebih baik. Begitu lulus kelak, mereka lebih mudah mencari pekerjaan. Baik
di industri perbengkelan maupun di industri otomotif. Bahkan, siapa tahu bisa
mandiri sebagai pengusaha pemula di bidangnya.
Setelah memahami apa yang sebenarnya
terjadi di SMK-SMK itu, sorenya saya meninjau PT INKA di Madiun. BUMN ini sudah
berhasil memproduksi mobil 650 cc. Saya mencoba mengemudikannya sejauh satu jam
perjalanan dari Madiun ke Takeran lewat Kebonsari. Saya ingin tahu, apakah PT
INKA bisa didorong untuk menjadi industri mobil nasional. Agar keinginan yang
luas di media mengenai mobnas ini bisa segera mendapatkan muara.
Malam harinya, rapat intensif
dilakukan. Temanya sama: apakah PT INKA sudah siap untuk menjadi industri mobil
nasional?
Pasti bisa. Terutama, kalau yang
dimaksud adalah memproduksinya. Tapi, BUMN ini pernah bertahun-tahun dalam
kondisi la-yahya-wala-yamut. Saking beratnya, pernah diputuskan ditutup saja.
Krisis ekonomi dan politik 1998 membuat PT INKA kehilangan kehidupannya. PT
INKA ibarat orang yang sudah dikira mati dan sudah dimasukkan ke kamar mayat.
Ternyata, dia belum mati benar.
Mekanisme internal di tubuhnya (bukan karena ditolong dokter) memungkinkan
tiba-tiba denyut nadinya berdetak pelan. Petugas kamar mayat tahu belakangan.
Lalu, dikirim ke ICU. Oksigen politik dan ekonomi yang membaik di luar
(lagi-lagi bukan karena pertolongan dokter) membuat jantungnya mulai berdetak.
Boleh dikata, baru tiga tahun
terakhir PT INKA keluar dari rumah sakit. Jalannya memang sudah tidak
sempoyongan, tapi belum bisa kalau disuruh lari. Makannya memang sudah tiga
kali sehari, namun otot-ototnya belum terbentuk. Ia sudah mulai bisa
berolahraga, namun belum cukup kuat untuk ikut lomba maraton. Apalagi maraton
industri mobil yang begitu terjal jalannya dan begitu jauh jaraknya.
Manajemen PT INKA masih harus
berkonsentrasi di industri kereta api. Di situlah core business-nya. Di situlah
makom-nya.
Dia harus fokus dengan
sebenar-benarnya fokus. Istilah saya, dia harus bertauhid. Inti tauhid adalah
meng-esa-kan. Dan inti meng-esa-kan adalah fokus. Tidak boleh gampang tergoda.
Di dalam bisnis dan di dalam manajemen, godaan itu luar biasa banyak. Sebanyak
godaan terhadap keimanan. Kalau sebuah manajemen tidak fokus, dia bisa jatuh
menjadi musyrik. Musyrik manajemen. PT INKA tidak boleh diganggu oleh
godaan-godaan sesaat. Dia masih di tahap syariat. Jangan dipaksa tiba-tiba
makrifat! Bisa gila.
Tapi, PT INKA akan tetap memproduksi
mobil. Syaratnya: sepanjang ada pesanan. Itu pun kalau jelas pembayarannya.
Yang penting, PT INKA terbukti bisa
memproduksi mobil. Dia sudah banyak latihan membuat mobil ketika tidak ada
pekerjaan membuat kereta api dulu. Kini, PT INKA lagi sibuk di core
business-nya. Lagi banyak order membuat kereta api. Juga lagi semangat
mengembangkannya.
Walhasil, PT INKA belum akan menjadi
industri mobil dalam pengertian sampai mengurus sistem distribusi, pemasaran,
dan lembaga pembiayaannya. Ini pekerjaan yang memerlukan investasi triliunan
rupiah yang berhasil-tidaknya tidak hanya ditentukan oleh kemampuan
produksinya.
PT INKA masih harus menanam
kepercayaan dengan cara mampu menyelesaikan pembuatan 40 kereta api tepat
waktu. Juga harus menanam kepercayaan bahwa kualitasnya tinggi. PT INKA juga
sedang konsentrasi untuk membuat puluhan lokomotif setelah dipercaya oleh
General Electric dari Amerika. Untungnya mungkin tipis, tapi reputasi yang
didapat bisa membawa keuntungan besar di belakang hari. Kepercayaan ini harus
dijaga. Apalagi perusahaan sekelas GE yang memercayainya.
PT INKA yang kini sudah mulai laba
dan bisa menggaji karyawannya jangan digoda-goda dulu untuk proyek-proyek yang
bisa menjerumuskannya kembali ke jurang. Saya melihat PT INKA sudah menemukan
jalan hidupnya. Juga masa depannya. Di samping dipercaya oleh GE Amerika, juga
sudah mulai mengerjakan pesanan dari Singapura dan Malaysia.
Memang PT KAI yang menjadi konsumen
terbesarnya kini masih banyak mengimpor kereta bekas dari Jepang, tapi itu
hanya sementara. Untuk memperbaiki kinerja keuangan PT KAI sendiri. Dengan
tarif kereta saat ini, PT KAI memang baru bisa membeli kereta bekas yang amat
murah. Tapi, tiga-empat tahun lagi sudah akan berubah.
Pembenahan di PT KAI terus dilakukan
oleh manajemennya. Hasilnya sudah kelihatan nyata dua tahun terakhir ini. Kalau
keuangannya sudah lebih baik, pasti PT KAI meninggalkan era beli bekas. Di saat
itulah, nanti PT INKA bisa panen raya. Apalagi kalau program ekspornya terus
berkembang.
Memang masih banyak masalah di
antara keduanya. Tapi, memecahkannya tidak akan sesulit merukunkan Israel dan
Palestina. Masalah PT INKA dan PT KAI bisa diselesaikan di atas kereta api.
Dalam perjalanan kereta api dari Madiun ke Jombang, berbagai masalah mendasar
dibicarakan bersama. “Rapat berjalan di atas rel” itu menemukan
kesepakatan-kesepakatan yang memberi harapan.
Ketegangan yang diselingi gelak tawa
membawa kesegaran suasana. Salah pengertian di antara PT KAI dan PT INKA bisa
dihilangkan. Lalu, salaman. Sinergi bisa disepakati. Salaman lagi. Direksi PT
KAI dan direksi PT INKA bersalaman berkali-kali. Pertanda banyak kesepahaman
yang terjadi.
Banyaknya penumpang yang dari jauh
melihat serangkaian salaman itu mungkin ikut terheran-heran. Saya sendiri bisa
turun di stasiun Jombang dengan perasaan?lega. Lalu, bisa nyekar ke makam Gus
Dur dengan hati yang lebih lapang.
Kalau begitu, siapa yang akan
menggarap mobil nasional?
Jangan khawatir. Saat ini, sudah ada
putra bangsa, lulusan ITB tahun 1984, yang sedang secara serius menyiapkannya.
Mobil ciptaannya sudah diuji keliling kampus almamaternya. Dia memang pengusaha
permesinan yang andal.
Sudah banyak melakukan ekspor mesin.
Dia putra Indonesia dari suku Sunda yang sangat nasionalis. Dia seorang
profesional yang tangguh. Dia akan membangun pabrik yang serius dengan
production line yang serius pula. Dia akan memenuhi segala persyaratan sebuah industri
mobil yang sempurna.
Tugas kita adalah membantunya.
Yakni, membeli produknya atau setidaknya mendoakannya. Tidak lama lagi. (*)
Dahlan Iskan
Menteri BUMN
Menteri BUMN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar